Kamis, 12 Januari 2012

Pengaruh Motivasi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Bidang Studi IPS (BAB II)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar. Kekuatan penggerak tersebut berasal dari berbagai sumber. Pada peristiwa di atas, yang pertama, motivasi siswa yang rendah menjadi lebih baik setelah siswa memperoleh informasi yang benar. Pada peristiwa kedua, motivasi belajar dapat menjadi rendah dan dapat di perbaiki kembali. Pada kedua peristiwa tersebut peranan guru dan orang tua untuk mempertinggi motivasi belajar siswa sangat berarti. Pada peristiwa ketiga, motivasi diri siswa tergolong tinggi.

Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi. Ada ahli psikologi pendidikan (Siagian, dkk dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009:80) yang menyebut:

“Kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.”

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:80), “Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu (1) Kebutuhan, (2) Dorongan, (3) tujuan”. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan ia harapkan. Sebagai ilusi, siswa merasa bahwa hasil belajarnya rendah, padahal ia memiliki buku pelajaran yang lengkap. Ia merasa memiliki cukup waktu, tetapi ia kurang baik mengatur waktu belajar. Waktu belajar yang digunakannya tidak memadai untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Ia membutuhkan hasil belajar yang baik. Oleh karena itu siswa mengubah cara-cara belajarnya. “Dorongan merupakan kekuatan mental ntuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan, dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan”. (Dimyati dan Mudjiono, 2009:81).

Sebagai ilustrasi, siswa kelas tiga SMA memiliki harapan untuk dapat diterima sebagai mahasiswa prodi pendidikan ekonomi di STKIP PGRI Tulungagung. Siswa tersebut memperoleh hasil belajar rendah pada mata pelajaran IPS pada bulan ke satu. Menyadari hal tersebut, maka siswa tersebut mengambil kursus tambahan dan belajar lebih giat. Pada ulangan kedua hasil belajarnya bertambah baik. Menyadari hasil belajarnya bertambah baik tersebut, maka semangat belajar siswa semakin tinggi. Pada kasus di atas, siswa mengambil kursus dan bersemangat belajar tinggi tersebut menunjukkan bahwa siswa bertujuan lulus Ujian Penerimaan Mahasiswa Baru STKIP PGRI Tulungagung dan di terima di prodi pendidikan ekonomi.

Ada baiknya kalau pembahasan dilanjutkan kepada hal yang berkenaan dengan kebutuhan. Dalam bukunya Dimyati dan Mudjiono (2009:81), Maslow membagi kebutuhan mejadi lima tingkat, yaitu (1) kebutuhan fisiologis, (2) kebutuhan akan perasaan aman, (3) kebutuhan sosial, (4) kebutuhan akan penghargaan diri, (5) kebutuhan untuk aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis berkenaan dengan kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan, papan. Kebutuhan akan rasa aman berkenaan dengan keamanan yang bersifat fisik dan psikologis. Sebagai ilustrasi, idividu tidak bolek diganggu secara fisik dan biarkan untuk berkreasi. Kebutuhan sosial berkenaan dengan perwujudan berupa diterima oleh orang lain, jati diri yang khas, berkesempatan maju, merasa diikutsertakan, dan pemilikan harga diri. Sebagai ilustrasi, individu diiperbolehkan menumbuhkan jati dirinya, dan dia “diorangkan” oleh masyarakatnya. Kebutuhan untuk aktualisasi diri berkenaan dengan kebutuhan individu untuk menjadi sesuatu yang sesuai dengan kemampuannya. Sebagai ilustrasi, seorang anak desa boleh menjadi seorang prajurit, berpangkat jendral, dan menjadi kepala negara, karena dia mampu dan diberi peluang.

Ahli lain, Mc. Cleland berpendapat bahwa “setiap orang memiliki tiga jenis kebutuhan dasar, yaitu : (1) kebutuhan akan kekuasaan, (2) kebutuhan untuk berafiliasi, dan (3) kebutuhan berprestasi”. (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2009:82). Sebagai ilustrasi, seorang siswa kelas dua SMP mengajak teman sebayanya berkemah. Jika sebagian besar teman sepakat, ia merasa senang. Jika ada yang membantah, ia berpaya agar teman tersebut menyetujuinya. Kebutuhan berafiliasi tercermin dalam terwujudnya situasi bersahabat dengan orang lain. Sebagai ilustrasi, seorang siswa SMP menghimpun rekan bermain tenis meja tanpa membedakan asal sekolah. Kebutuhan berprestasi terwujud dalam keberhasilan melakukan tugas-tugas yang dibebankan. Sebagai ilustrasi, seorang siswa memimpin regunya untuk memenangkan pertandingan bola voli menghadapi sekolah lain. Siswa tersebut juga ikut lomba baca puisi dan memenangkannya. Ketiga kebutuhan dasar tersebut sebenarnya saling melengkapi.

Dari segi dorongan, menurut Hull dalam buku Dimyati dan Mudjiono “dorongan atau motivasi berkembang untuk memenuhi kebutuhan organisme”. (2009:82). Disamping itu juga merupakan sistem yang memungkinkan oraganisme dapat memelihara kelangsungan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan organisme merupakan penyebab munculnya dorongan, dan dorongan akan mengaktifkan tingkah laku mengembalikan keseimbangan fisiologis organisme. Tingkah laku organisme terjadi disebabkan oleh respons dari organisme, kekuatan dorong organisme dan penguatan kedua hal tersebut. Hull memang menekankan dorongan sebagai motivasi penggerak utama perilaku, tetapi kemudian juga tidak sepenuhnya menolak adanya pengaruh faktor-faktor eksternal. Dalam hal ini insentif (hadiah atau hukuman) mempengaruhi intensitas dan kualitas tingkah laku organisme. Sebagai ilustrasi, seorang siswa SMP yang berlomba pada suatu kejuaraan lari di PON. Semula ia merespons aba-aba awal, berlari secepat mungkin, dan makin bersemangat pada saat mendekati garis finis. Tepukan penonton lebih memperkuat semangatnya untuk memenangkan perlombaan.

Dari segi tujuan, maka tujuan merupakan pemberi arah pada perilaku. Secara psikologis, tujuan merupakan titik akhir “sementara” pencapaian kebutuhan. Jika tujuan tercapai, maka kebutuhan terpenuhi untuk “sementara”. Jika kebutuhan terpenuhi, maka orang menjadi puas, dan dorongan mental untuk berbuat “terhenti sementara”.

Lama kekuatan mental dalam diri individu adalah sepanjang tugas perkembangan manusia. Menurut Havighurst dalam Dimyati dan Mudjiono, “tugas-tugas perkembangan tersebut meliputi masa bayi, anak sekolah, masa muda, masa dewasa muda, usia tengah baya dan masa dewasa lanjut”. (2009:83). Siswa SMP dan SMA memikul tugas perkembangan masa muda. Dalam masa ini siswa belajar menerima peran di komunitasnya, belajar secara bertanggung jawab demi masa depan sendiri, dan belajar berbagai ketrampilan hidup.

a Pentingnya Motivasi Dalam Belajar

Perilaku penting bagi manusia adalah belajar dan bekerja. Belajar menimbulkan perubahan mental pada diri siswa. Bekerja menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri pelaku dan orang lain. Motivasi belajar dan motivasi bekerja merupakan penggerak kemajuan masyarakat. Kedua motivasi tersebut perlu dimiliki oleh siswa.

Motibasi belajar penting bagi siswa dan guru. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:85), pentingnya motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut :

(1) Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir. (2) Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya. (3) Mengarahkan kegiatan belajar. (4) Membesarkan semangat belajar. (5) Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja.

Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:85), pentingnya motivasi belajar siswa adalah sebagai berikut :

(1) Membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil. (2) Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas yang bermacam-macam. (3) Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu di antara bermacam-macam peran seperti sebagai penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat, pemberi hadiah, atau pendidik. (4) Memberi peluang guru untuk “unjuk kerja” rekayasa pedagogis.

b. Komponen Motivasi

Motivasi mempunyai tiga komponen utama yaitu kebutuhan, dorongan, dan tujuan. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidak seimbangan antara apa yang mereka miliki dengan apa yang mereka harapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan. Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan. Dorongan yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti dari pada motivasi.

c. Jenis Dan Sifat Motivasi

Menurut jenisnya motivasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu motivasi primer dan motivasi skunder. Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar. Motif-motif dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia. Sedangkan motivasi sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Sebagai contoh, orang yang lapar akan tertarik pada makanan tanpa belajar.

Sedangkan sifat motivasi dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi/dorongan yang dikarenakan orang tersebut senang melakukannya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang ada di luar perbuatan yang dilakukannya.

Seseorang yang mempunyai motivasi atau dorongan yang lahir dari dalam dirinya sendiri akan lebih mudah dalam mencapai suatu keberhasilan dibandingkan dengan orang yang membutuhkan motivasi atau faktor pendorong yang berasal dari luar dirinya. Hal ini terjadi karena adanya inisiatif atau kemauan serta keinginan untuk selalu meraih sesuatu yang diharapkan oleh seseorang yang bermotivasi intrinsik tersebut. Biasanya orang yang demikian memiliki sifat aktif. Lain halnya dengan orang yang memiliki sifat pasif yang selalu harus digerakkan oleh pihak lain sehingga kemuan untuk berusaha meraih cita-cita sedikit lamban.

d. Fungsi Motivasi

Untuk memperoleh hasil belajar yang baik diperlukan adanya motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan berhasil pula dalam mempelajari suatu pelajaran. Jadi motivasi ini akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi para siswa, antara lain :

ü Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi

ü Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai

ü Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

e Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Motivasi

Motivasi merupakan salah satu faktor psikologi dalam belajar yang mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai penggerak atau pendorong jiwa seseorang untuk melakukan suatu kegiatan belajar.

Meskipun demikian, motivasi ini dapat berubah hilang seketika dan muncul dengan tiba-tiba. Hal ini terjadi karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar. Menurut Dimyati, dkk, (2009:97) faktor-faktor tersebut meliputi :

a. Cita-cita atau aspirasi siswa

Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar baik intrinsik maupun ekstrinsik. Sebab tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri

b. Kemampuan siswa

Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan. Keinginan seorang anak perlu dibarengi dengan perkembangan atau kecakapan mencapainya. Contohnya keinginan membaca perlu dibarengi dengan kemampuan

c. Kondisi siswa

Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar. Seorang siswa yang sedang sakit, lapar atau marah-marah akan mengganggu perhatian belajar, dan sebaliknya.

d. Kondisi Lingkungan

Lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya dan kehidupan kemasyarakatan. Oleh karena itu kondisi lingkungan sekolah yang sehat, kerukunan hidup, ketertiban pergaulan perlu dipertinggi mutunya. Dengan lingkungan yang aman, tentram, tertib dan indah, maka semangat dan motivasi belajar mudah diperkuat

e. Unsur-unsur dinamis dalam belajar dan pembelajaran

Siswa memiliki perasaan, perhatian, kemauan, ingatan dan pikiran yang mengalami perbahan berkat pengalaman hidupnya. Dengan demikian maka unsur-unsur yang bersifat labil tersebut sangat mudah untuk dipengaruhi.

f. Upaya guru dalam membelajarkan siswa

Guru adalah pendidik profesional yang selalu bergaul dengan siswa. Intensitas pergaulan dan bimbingan guru tersebut mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa siswa. Sehingga sebagai seorang yang profesional guru harus mampu membelajarkan siswa secara bijaksana.

Meskipun terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja terutama oleh guru yang terlibat langsung dalam aktifitas pembelajaran guna memudahkan siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang telah disampaikan.

Pada dasarnya motivasi yang dimiliki oleh setiap orang itu memiliki ciri-ciri yang berbeda-beda. Namun perbedaan tersebut jangan dijadikan sebagai penghambat belajar melainkan justru untuk menambah semangat memotivasi. Untuk itu perlu disadari bahwa setiap individu tidak ada yang sama persis baik mengenai aspek jasmaniahnya maupun aspek rokhaniah. Adapun ciri-ciri belajar menurut sudirman (2003:83) yang dimiliki oleh setiap orang tersebut meliputi : “Tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah, lebih senang bekerja sendiri, cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin, dapat mempertahankan pendapatnya, tidak mudah melepaskan hal yang diyakini, senang mencari dan memecahkan soal-soal”.

Meskipun setiap orang memiliki ciri-ciri motivasi tersendiri tetapi motivasi tersebut juga sangat penting sebagai pendorong aktivitas belajar sehingga dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, antara lain:

a. Memberi angka

Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajar siswa. Biasanya siswa mengutamakan untuk mecapai angka/nilai yang baik dalam ulangan atau nilai raport. Nilai/angka yang baik tersebut merupakan motivasi yang sangat kuat.

b. Hadiah

Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut.

c. Saingan atau kompetisi

Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

d. Ego-involvement

Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting.

e. Memberi ulangan

Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui aka nada ulangan. Oleh karena itu member ulangan ini juga merupakan sarana motivasi.

f. Mengetahui hasil

Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan lebih mendorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.

g. Pujian

Apabila ada siswa yang sukses yang berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik.

h. Hukuman

Hukuman sebagai reinforcement yang negatif, tetapi kalau di berikan secara tetap dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.

i. Hasrat untuk belajar

Hasrat untuk belajar, berarti ada unsure kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.

j. Minat

Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancer kalau di sertai dengan minat.

k. Tujuan yang diakui

Rumusan tujuan yang diakui akan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.

Berdasarkan uraian tentang motivasi di atas, motivasi belajar tidak selamanya stabil. Hal ini disebabkan banyaknya faktor-faktof yang mempengaruhi motivasi belajar tersebut seperti kemampuan siswa, kondisi siswa, lingkungan siswa, dll. Faktor-faktor tersebut harus diketuahui oleh guru guna memperkuat dan memelihara faktor-faktor yang dapat meningkatkan motivasi dan menghindari faktor-faktor yang dapat melemahkan motivasi tersebut. Selain guru motivasi belajar juga dapat diperkuat oleh orang tua selaku orang yang bertanggung jawab penuh terhadap anaknya untuk belajar sepanjang hayatnya. Apalagi untuk bidang studi yang didalamnya membutuhkan suatu ketelitian dan kesabaran dalam mempelajarinya, sehingga membutuhkan motivasi yang kuat guna memberikan semangat belajar. Dengan semangat belajar yang tinggi pencapaian prestasi akan semakin mudah.

2. Motivasi Orang Tua

“Orang tua adalah orang yang pertama dan utama yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup dan pendidikan anaknya”. (Hasbullah, 2001:39). Oleh karena itu, sebagai orang tua harus dapat membantu dan mendukung terhadap segal usaha yang dilakukan oleh anaknya serta dapat memberikan pendidikan informal guna membantu pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut serta untuk mengikuti atau melanjutkan pendidikan pada program pendidikan formal di sekolah.

Bentuk dan isi serta cara-cara pendidikan didalam keluarga akan selalu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan watak, budi pekerti dan kepribadian tiap-tiap manusia. Pendidikan yang diterima dalam keluarga inilah yang akan di contoh oleh anak sebagai dasar yang digunakan untuk mengikuti pendidikan selanjutnya disekolah.

Mengingat tanggung jawab pendidikan anak ditanggung oleh keluarga dalam pendidikan informalnya dan ditanggung oleh sekolah dalam pendidikan formal, maka orang tua harus berperan dalam menanamkan siskap dan nilai hidup, pengembangan bakat dan minat serta pembinaan bakat dan kepribadian. Selain itu, orang tua juga harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalamannya dan menghargai segala usahanya serta harus dapat menunjukkan kerjasamanya dalam mengarahkan cara anak belajar dirumah, membuat pekerjaan rumahnya, tidak menyita waktu anak dengan mengerjakan pekerjaan rumah tangga, orang tua harus berusaha memotivasi dan membimbing anak dalam belajar.

Pada dasarnya motivasi orang tua terhadap pendidikan anaknya menyangkut dua hal pokok yaitu dukungan moral dan dukungan material.

a. Dukungan moral

Dukungan moral dari orang tua terhadap pendidikan anaknya dapat berupa perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan psikis yang meliputi kasih sayang, keteladanan, bimbingan dan pengarahan, dorongan, menanamkan rasa percaya diri. Dengan perhatian orang tua yang berupa pemenuhan kebutuhan psikis tersebut diharapkan dapat memberikan semangat belajar anak guna meraih suatu cita-cita atau prestasi.

Keaktifan orang tua dalam memperhatikan dan memberikan dorongan kepada anak di saat belajar meliputi :

ü Pengawasan di saat belajar

ü Memberi teguran jika malas belajar

ü Kepedulian tentang kesulitan belajar

ü Bantuan/membimbing untuk mengatasi kesulitan belajar

ü Mambatasi waktu bermain

ü Mengingatkan waktu untuk belajar

Sedangkan keaktifan orang tua dalam memperhatikan prestasi belajar siswa di sekolah meliputi :

ü Mengontrol nilai ulangan harian

ü Mengontrol nilai UTS

ü Mengotrol nilai raport

ü Memberikan teguran jika prestasi menurun

ü Berkomunikasi dengan siswa mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sekolah

ü Berkomunikasi dengan sekolah (Guru, Wali Kelas, BP) tentang kemajuan belajar siswa.

Dengan adanya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan psikis tersebut diatas, akan sangat mempermudah bagi orang tua dalam mengawasi atau memantau aktivitas belajar anaknya selama di rumah sebagai penunjang aktivitas belajar di sekolahnya.

Dengan demikian bahwa orang tua tersebut telah melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dengan baik dalam mengasuh anak-anaknya ditengah-tengah keluarga yang dibinanya dalam rangka mempersiapkan masa depan anak-anaknya di kehidupan yang lebih cemerlang.

Namun berdasarkan fenomena yang terjadi di masyarakat tidak semua orang tua atau keluarga dapat memenuhi kebutuhan psikis tersebut karena adanya berbagai macam susunan atau karakter dalam sebuah keluarga tersebut. Adapun mengenai susunan keluarga tersebut, menurut Probbins (dalam Ahmadi 1991:112) membagikan menjadi tiga macam yaitu :

1. Keluarga yang bersifat otoriter :

Disini perkembangan anak itu semata-mata ditentukan oleh orang tuanya. Sifat pribadi anak yang otoriter suka menyendiri, mengalami kemunduran kematangannya, ragu-ragu didalam semua tindakan serta lambat berinisiatif.

2. Keluarga Demokrasi

Disini sikap pribadi anak lebih dapat menyesuaikan diri, sifatnya fleksibel, dapat menguasai diri, mau menghargai pekerjaan orang lain, menerima kritik dengan terbuka, aktif di dalam hidupnya, emosi lebih stabil, serta mempunyai rasa tanggung jawab.

3. Keluarga liberal

Disini anak-anak bebas bertindak dan berbuat. Sifat-sifat dari keluarga ini biasanya bersifat agresif, tak dapat bekerjasama dengan orang lain, sukar menyesuaikan diri, emosi kurang stabil serta mempunyai sifat selalu curiga.

Perbedaan pola asuh dari setiap keluarga akan berdampak pada sifat atau tingkah laku anak di masing-masing keluarga. Hal ini merupakan hasil dari pola asuh dari perhatian yang telah ditujukan kepada anak, sebagai contoh dalam belajar di sekolah.

Jadi meskipun terdapat keanekaragaman bentuk atau susunan keluarga yang ada di masyarakat, namun kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina anak secara terus menerus perlu dikembangkan pada setiap orang tua tentunya dengan bekal teori-teori pendidikan modern sesuai dengan perkembangan zaman. Bila hal ini dapat dilakukan oleh setiap orang tua maka generasi mendatang telah mempunyai kekuatan mental menghadapi perubahan dalam masyarakat.

Menurut Ikhsan, (1996:64), tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua orang tua terhadap anak antara lain sebagai berikut :

1. Memelihara dan membesarkannya. Tanggung jawab ini merupakan dorongan alami untuk dilaksanakan agar dapat hidup berkelanjutan.

2. Melindung dan menjamin kesehatannya baik secara jasmaniah maupun rokhaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang membahayakan dirinya.

3. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang berguna bagi hidupnya.

4. Membahagiakan anak untuk hidup di dunia dan akherat dengan memberinya pendidikan agama sesuai dengan ketentuan Allah sebagai tujuan akhir hidup muslim.

Setelah tanggung jawab orang tua terhadap anaknya terwujud, tentunya mempunyai fungsi atau kegunaan tersendiri yang kiranya dapat bermanfaat bagi anaknya tersebut dalam kehidupan dimasyarakat. Menurut Hasbullah (2001:33) fungsi pendidikan yang ada dalam suatu keluarga tersebut meliputi : “(1) Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak, (2) Menjamin kehidupan emosional anak, (3) Menanamkan dasar pendidikan moral, (4) Memberikan dasar pendidikan sosial, (5) Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak”.

Dengan demikian, setelah orang tua berhasil memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap anaknya dalam pendidikan informalnya maka tugas orang tua yang harus diemban selanjutnya adalah memberikan dukungan yang berupa material kepada anaknya sebagai penunjang dalam memenuhi kebutuhan belajar serta mendorong aktivitas belajar anaknya di sekolah dalam rangka mencapai suatu prestasi belajar.

b. Dukungan Material

Selain dukungan moral orang tua terhadap kelangsungan pendidikannya, ada juga dukungan dari orang tua yang berupa dukungan material. Dimana dukungan material ini berupa pemenuhan fasilitas belajar siswa, yaitu :

ü Ruang belajar

ü Meja belajar

ü Lampu terang untuk belajar

ü Buku pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan

ü Pemberian uang saku untuk sekolah

ü Pemberian alat tulis

ü Menghantarkan saat berangkat di sekolah

ü Menjemput saat pulang sekolah

Untuk memenuhi kebutuhan fisik tersebut tentunya berkaitan dengan status sosial ekonomi keluarga atau pendapatan di dalam keluarga itu sendiri.

Sebagaimana di kemukakan oleh Soekirno (2002:37) yang menyakan bahwa “Pendapatan masyarakat yang kedudukannya sebagai tenaga kerja akan menerima giji atau upah, pemilik alat-alat modal akan menerima bunga, pemilik tanah dan harta tetap lain menerima sewa, dan pemilik keahlian usahawan akan menerima keuntungan”.

Jadi yang mencakup pendapat disini adalah segala penghasilan baik yang berupa uang atau barang yang diterima sebagai balas jasa atau kontraprestasi.

Keluarga yang memiliki pendapatan tinggi akan dengan mudah memenuhi biaya kebutuhan pendidikan anak yang meliputi sumbangan BP3, peralatan sekolah, transportasi, sarana belajar dirumah, baju seragam, biaya ekstrakurikuler, dan tidak terkecuali uang saku anak. Dan sebaliknya, keluarga yang memiliki pendapatan rendah akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan anak.

Dengan demikian, siswa yang orang tuanya memiliki pendapatan tinggi, semua kebutuhan yang berkaitan dengan aktivitas belajar akan segera terpenuhi, sehingga dengan pemenuhan kebutuhan belajar tersebut dapat menunjang tercapainya prestasi belajar yang baik yang merupakan harapan atau cita-cita akhir dari aktivitas belajar. Dan sebaliknya jika dalam suatu keluarga yang status ekonominya rendah akan merasa keberatan dalam memenuhi kebutuhan belajar anaknya secara penuh, sehingga kondisi yang seperti akan berdampak pada perolehan prestasi belajar yang rendah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas mengenai dukungan moral maupun material yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya, dapat disimpulkan bahwa potensi seorang anak itu akan dapat berkembang dengan baik apabila mendapat bimbingan dan dukungan serta pengawasan dari orang tuanya dalam pendidikan informalnya dan selalu terpenuhinya semua kebutuhan belajar akan lebih mudah dalam meraih prestasi dibandingkan dengan siswa yang tidak pernah mendapat perhatian, bimbingan dan dukungan orang tuanya.

B. Prestasi Belajar

1. Pengertian Belajar

Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu prubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pengertian belajar secara psikologis tersebut diuraikan lagi guna memudahkan dalam memahami pengertian belajar tersebut, yaitu belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Sudjana (2000:5) menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang”. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan-perubahan aspek lain yang ada pada individu belajar.

Ada pendapat lain yang menyatakan tentang pengertian belajar yaitu :

(a) belajar adalah modifikasi atau memprteguh kelakuan melalui pengalaman. (b) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. (Hamalik, 2003:27)

Dari pendapat tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang ditunjukkan dengan adanya perubahan pengetahuan, pengalaman, tingkah laku, dan perubahan pada aspek-aspek lainnya yang terdapat pada individu belajar tersebut.

2. Teori-teori Belajar

a. Teori belajar menurut ilmu jiwa daya

Menurut teori ini, jiwa manusia itu terdiri dari macam-macam daya. Masing-masing daya dapat dilatih dalam rangka untuk memenuhi fungsinya. Untuk melatih suatu daya dapat dipergunakan berbagai cara atau bahan. Sebagai contoh untuk melatih daya ingat dalam belajar misalnya dengan menghafal kata-kata atau angka, istilah-istilah asing. Begitu pula untuk daya-daya yang lain. Yang penting dalam hal ini bukan penguasaan bahan atau materinya, melainkan hasil dari pembentukan dari daya-daya itu. Kalau sudah demikian maka seseorang yang belajar itu akan berasil.

b. Teori belajar menurut ilmu jiwa gestalt.

Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting dari bagian-bagian atau unsure. Sebab menurut keberadaannya keseluruhan itu juga lebih dulu. Sehingga dalam kegiatan belajar bermula pada suatu pengamatan. Menurut teori ini memang mudah atau sukarnya suatu pemecahan masalah itu tergantung pada pengamatan.

Belajar menurut ilmu jiwa gestalt, juga sangat menguntungkan untuk kegiatan belajar memecahkan masalah. Hal ini nampaknya juga relevan dengan konsep teori belajar yang di awali dengan suatu pengamatan. Belajar memecahkan suatu masalah diperlukan juga suatu pengamatan secara cermat dan lengkap.

c. Teori belajar menurut ilmu jiwa asosiasi

Ilmu jiwa asosiasi berprinsip bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri dari penjumlahan bagian-bagian atau unsure-unsurnya. Dari aliran ini ada dua teori yang sangat terkenal yaitu teori konektionisme dari Thorndhike dan teori Conditioning dai Pavlov.

ü Menurut Thorndhike, belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respon ini akan terjadi suatu hubungan yang erat kalau sering dilatih. Berkat latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respon itu akan menjadi tersiasat, otomatis.

ü Teori Conditioning. Menurut teori ini, seseorang akan melakukan sesuatu kebiasaan karena adanya suatu tanda. Misalnya anak sekolah mendengar lonceng kemudian berkumpul, tentara akan mengerjakan atau melakukan segala sesuatu gerakan karena ada aba-aba dari komandannya, permainan sepak bola akan terhenti kalu mendengar bunyi peluit

ü Teori Kostruktivisme. Menurut pandangan teori ini belajar merupakan proses aktif dari si subyek belajar untuk merekonstruksi makna, sesuatu entak itu teks, kegiatan dialok, pengalaman fisik dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertian yang sudah dimiliki, sehingga pengertiannya menjadi berkembang. Jadi menurut teori konstruktivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif dimana si subyek belajar membangun sendiri pengetahuannya. Subyek belajar juga mencari sendiri makna dari susuatu yang mereka pelajari.

3. Prinsip-Prinsip Belajar

a. Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan yang penting dalam belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan timbul pada siswa apabila bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhan. Apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai suatu kebutuhan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya. Apabila perhatian alami ini tidak ada maka siswa perlu dibangkitkan perhatiannya.

Di samping perhatian, motivasi mempunyai peranan penting dalam belajar. Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi mempunyai kaitan erat dengan minat. Siswa yang memiliki minat terhadap suatu bidang studi tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut.

b. Keaktifan

Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan spirasi sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan tidak bisa dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalami sendiri.

c. Keterlibatan langsung/Berpengalaman

Dalam belajar melalui pengalaman langsung siswa tidak sekedar mengamati secara langsung tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan dan tanggung jawab terhadap hasilnya.

d. Pengulangan

Prinsip belajar menekankan prinsip pengulangan adalah teori psikologi daya. Menurut teori ini belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamati, menanggapi, mengingat, menghayal, merasakan, berfikir dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya yang dilatih dengan pengadaan pengulangan akan menjadi sempurna.

e. Tantangan

Dalam belajar siswa menghadapi suatu tujuan belajar yang ingin dicapai tetapi terdapat hambatan yaitu dalam mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu dengan mempelajari bahan belajar tersebut. Apabila bahan itu telah diatasi, artinya tujuan telah tercapai maka ia akan masuk dalam medan baru dan tujuan baru, demikian seterusnya. Agar anak timbul motif yang kuat untuk mengatasi hambatan dengan baik maka bahan belajar haruslah menantang. Tantangan yang dihadapi dalam bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang baru yang banyak mengandung masalah yang perlu di pecahkan membuat siswa tertantang untuk mempelajarinya.

f. Balikan dan penguatan

Siswa akan belajar lebih semangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. Dengan hasil yang baik merupakan balikan yang menyenangkan dan berpengaruh baik bagi usaha belajar selanjutnya. Nilai yang baik ini merupakan penguatan positif. Sedangkan format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan, dan sebagainya merupakan cara belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan dan penguatan. Balikan yang segera diperloleh siswa setelah belajar melalui penggunaan metode-metode ini akan membuat siswa terdorong untuk belajar lebih giat dan bersemangat.

g. Perbedaan individual

Siswa merupakan individual yang unik artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Perbedaan itu terdapat pada perbedaan karakteristik psikis, kepribadian dan sifat-sifatnya. Perbedaan individual ini berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Contohnya dengan penggunaan atau strategi belajar mengajar yang bervariasi, sehingga dapat melayani perbedaan-perbedaan kemampuan siswa. Di samping itu dalam memberikan tugas hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa sehingga bagi siswa yang pandai, sedang maupun kurang akan merasa berhasil didalam belajar.

4. Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan hasil yang diperoleh atau dicapai siswa setelah mengikuti proses belajar disekolah melalui tes/evaluasi yang diwujudkan dalam bentuk angka atau huruf. Untuk mengetahui tinggi rendahnya tingkat prestasi siswa, seorang guru harus menetapkan batas minimal keberhasilan belajar siswa.

Menurut Syah (2004:219) “ada beberapa alternative norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar”. Diantara norma-norma pengukuran tersebut adalah : (a) Norma skala angka 0 sampai 10. (b) Norma skala angka 10 sampai 100.

Angka terendah yang nyatakan kelulusan/keberhasilan belajar (passing grade) skala 0 sampai 10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0 sampai 100 adalah 55 atau 60. Pada prinsipnya jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari setengah instrumen evaluasi dengan benar, siswa dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar. Namun demikian, kiranya perlu dipertimbangkan oleh para guru sekolah terhadap penetapan passing gradeyang lebih tinggi (misalnya 65 atau 70) untuk pelajaran inti.

Penilaian prestasi belajar ini meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Evaluasi prestasi kognitif dapat dilakukan dengan berbagai cara bik dengan tes tertulis maupun dengan tes lisan dan perbuatan. Sedangkan evaluasi prestasi afektif dapat dilakukan dengan menggunakan skal likert dan atau diferensial semantic yang tujuannya untuk mengidentifikasi kecenderungan/sikap siswa mulai sangat setuju, ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju terhadap sesuatu yang harus di respon. Evaluai prestasi psikomotor dapat dilakukan dengan mengobservasi perilaku jasmaniah siswa dicatat dalam format observasi ketrampilan melakukan pekerjaan tertentu.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Menurut Syah (2004:144), secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :

(a) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rokhani siswa. (b) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni lingkungan disekitar siswa. (c) Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran.

a. Faktor internal siswa

Faktor yang berasal dari dalam dri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni aspek Psikologis (bersifat jasmaniah) dan aspek fisiologis (yang bersifat rokhaniah).

ü Aspek fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang memadai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat belajar dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi pelajaranpun kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indra pendengar dan indra penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan khususnya yang disajikan di kelas.

ü Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu meliputi : tingkat kecerdasan/intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa.

b. Faktor eksternal siswa

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa yang meliputi dua faktor, yakni faktor lingkungan dan faktor instrumental.

ü Faktor lingkungan.

- Lingkungan alami

Lingkungan alami ini dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Seperti suhu udara, kelembaban udara, cuaca, musim, dan kejadian-kejadian alam lainnya.

- Lingkungan keluarga

Faktor lingkungan keluarga yang dianggap menjadi penyebab dengan masalah belajar adalah kekurangmampuan orang tua untuk mendukung anak secara kuat. Dukungan ini bisa berupa dekungan non fisik dan fisik. “Dukungan non fisik dapat diwujudkan dalam bentuk lingkungan dalam keluarga underachiever (masalah belajar) cenderung memiliki karakteristik disorganized dan pembimbing orang tua mengenai suatu perilaku cenderung kurang jelas, termasuk mengenai kinerja akademik. (Rim & Lowe, dalam Dewi, 2005:25). Pada sebagian kasus lainnya underachieverment disebabkan oleh kondisi dalam keluarga yang membuat anak menjadi tertekan. Sebagian masalah belajar ditemukan berasal dari keluarga yang orang tuanya bercerai, sibuk bekerja, sering bertengkar atau mengalami masalah perkawinan tertentu.

ü Faktor instrumental

Faktor instrumental adalah faktor yang ada dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut meliputi :

- Kurikulum

Kurikulum yang baik, jelas, sesuai dengan sistem pendidikan yang ada memungkinkan para siswa untuk dapat belajar dengan baik guna mencapai prestasi belajar yang baik.

- Program

Program yang jelas tujuannya, sasarannya, waktunya, kegiatannya, dapat dilaksanakan dengan mudah sehingga dapat membantu kelancaran proses belajar mengajar.

- Sarana dan fasilitas

Keadaan gedung atau tempat belajar siswa termasuk didalamnya penerangan yang cukup, fasilitas yang memungkinkan pergantian udara secara baik, tempat duduk yang memadai dan ruangan bersih, akan memberikan iklim yang kondusif untuk belajar. Alat-alat pelajaran yang lengkap, perpustakaan yang memadai, merupakan faktor pendukung keberhasilan siswa dalam belajar. Sarana dan fasilitas lain seperti asrama, kantin, koperasi, bursa buku yang dimiliki sekolah dapat memberikan kemudahan bagi para siswa.

- Guru/tenaga pengajar

Guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya pendorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.

C. Hasil Penelitian Yang Relevan

1. Tatik Widayati. 2005. Pengaruh Motivasi, Dukungan Orang Tua Dan Asal Sekolah Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Akuntansi Pada Siswa Kelas II MA Al-Asror Patemon Gunung Pati Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005. Semarang : Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang. Menyatakan ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama yaitu antara variabel motivasi, dukungan orang tua dan asal sekolah terhadap prestasi belajar. Hal ini dibuktikan dengan hasil perhitungan bahwa Fhitung > Ftabel Yaitu Fhitung sebesar 18,546 sedangkan Ftabel sebesar 2,67 pada taraf signifikasi 5%, df = 3, N= 142. Dan koefisien deterrminasi secara simultan ( ) sebesar 0,536 atau 53,6%.

2. Yuliati Setya Palupi. 2008. Pengaruh Motivasi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X SMA PGRI 01 Tulungagung Tahun Ajaran 2007/2008. Tulungagung : Program Pascasarjana STKIP PGRI Tulungagung. Menyimpulkan ada pengaruh yang signifikan dari variabel motivasi dan prestasi belajar siswa. Dengan nilai = 9,9854 dengan taraf signifikasi 5% dan db (derajat kebebasan) = 4, juga tabel = 9,488. Dengan demikian hitung itu signifikan, karena:

hitung = 9,9854 > dari tabel = 9,488. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa Ho ditolak dan Ha diterima.

D. Kerangka Berfikir

Berdasarkan judul penelitian “Pengaruh Motivasi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Bidang Studi IPS Kelas VII Semester 2 di SMP Negeri 1 Campurdarat Tulungagung Tahun Pelajaran 2010/2011”.

Prestasi Belajar

Motivasi Orang Tua


Mengingat pentingnya peranan motivasi, orang tua diharapkan dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Dengan motivasi maka prestasi belajar dapat dicapai secara optimal.

Di sekolah tidak sedikit siswa yang memiliki prestasi belajar rendah, untuk meningkatkan prestasi belajar diperlukan upaya atau motivasi dari orang tua yaitu berupa perhatian dalam belajar, pengawasan, kepedulian jika siswa mengalami kesulitan, member semangat agar siswa selalu rajin belajar dan selalu berhubungan dengan pihak sekolah untuk mengetahui perkembangan kemajuan prestasi belajar serta menyediakan fasilitas buku, ruang belajar, lampu yang terang dan memadahi. Dengan upaya tersebut maka orang tua memberikan motivasi yang cukup terhadap siswa, sehingga siswa akan dapat mencapai prestasi belajar yang baik.

E. Hipotesis Penelitian

Menurut Arikunto (1998 : 67) Hipotesis adalah “Suatu jawaban yang yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.” Sedangkan menurut Margono (2004 : 67) “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis dianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya.” Dari uraian kedua tokoh penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah suatu jawaban yang yang bersifat sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoritis ianggap paling mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya sampai terbukti melalui data yang terkumpul.

Berdasarkan kerangka berfikir, maka hipotesis dalam penelitian adalah :

“Ada Pengaruh Motivasi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Bidang Studi IPS Kelas VII Semester 2 di SMP Negeri 1 Campurdarat Tulungagung Tahun Pelajaran 2010/2011”.

5 komentar:

  1. mas, boleh minta sumber referensinya gak? penting sekali bang. terima kasih sebelumnya

    BalasHapus
  2. Mantap bgt. Ijin Copy yah!!

    BalasHapus
  3. Boleh minta referensi buku yg Syah?? Yang tahun 2004??

    BalasHapus
  4. "motivasi orang tua terhadap pendidikan anaknya menyangkut dua hal pokok yaitu dukungan moral dan dukungan material." kalo boleh tahu itu dari buku mana ya?

    BalasHapus